Selasa, 12 Juni 2012
Pendapat Saya Tentang Pasal 7 Ayat 6 dan 6A
Pendapat Saya Tentang Pasal 7 Ayat 6 dan 6A
Menaikkan harga bahan bakar minyak merupakan domain kewenangan pemerintah, berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi. Namun untuk 2012 ini, kewenangan pemerintah itu dikunci Pasal 7 ayat 6 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2011 tentang Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara 2012. Pasal 7 ayat (6) ini menyatakan, "Harga jual eceran BBM bersubsidi tidak mengalami kenaikan."
Pemerintah, berdasarkan alasan anggaran yang defisit untuk menambal harga minyak dunia yang melambung kemudian mencoba mengajukan revisi aturan itu. Awalnya, pada Senin 26 Maret, Badan Anggaran DPR membahas kemungkinan mengganti ayat 6 dan menggantinya dengan ayat yang bisa memberi kewenangan pada pemerintah melakukan perubahan harga minyak.
Namun, saat membahas soal itu, tiga fraksi yakni Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Hati Nurani Rakyat dan Partai Gerakan Indonesia Raya keluar dari rapat, menolak rencana perubahan. Enam fraksi tersisa kemudian meneruskan rapat mengonsep munculnya "ayat 6A", ayat yang mengatur bahwa dalam hal minyak mentah dunia mengalami kenaikan atau penurunan 5 persen, maka pemerintah berwenang menyesuaikan subsidi dan mengubah harga.
Namun dalam perjalanannya, syarat 5 persen berubah menjadi 15 persen. PKB kemudian beranjak ke angka 17,5 persen. Kemudian PKS meminta syarat kewenangan mengubah harga harus lebih tinggi yakni saat kenaikan atau penurunan harga minyak dunia minimal 20 persen. PKS pun menambahkan, harga kenaikan atau penurunan rata-rata itu harus dihitung dalam 90 hari terakhir.
Sementara PDIP, Gerindra dan Hanura masih berkukuh, ketentuan yang mengunci harga BBM bersubsidi tak boleh diubah maknanya dengan menambah ayat baru.
Namun kekuatan PDIP, Gerindra dan Hanura jelas minoritas. Jika Golkar solid berada di barisan koalisi, maka klausul 15 persen pun bisa gol karena tanpa PKS pun suara koalisi sudah melebihi 50 persen.
Rakyat Indonesia baru-baru ini diramaikan akan kenaikan harga BBM bersubsidi, banyak elemen masyarakat Indonesia melakukan aksi demonstrasi besar-besaran menolak kenaikan harga BBM yang pada akhirnya para demonstran melakukan tindakan-tindakan anarkis dari mulai merobohkan pagar gedung DPR,duel antara demonstran dengan polisi sampai aksi jahit mulut. Dengan naiknya harga BBM maka harga kebutuhan pokok yang lainnya juga secara otomatis akan mengalami kenaikan harga.
Pemerintah sudah tidak tahan lagi melihat aksi masyarakat yang begitu anarkis sehingga pada tanggal 30 Maret 2012 diadakan sidang DPR membahas tentang kenaikan harga BBM bersubsidi . Sidang berjalan sangat tegang dan penuh emosi apalagi setelah membahas pasal 7 Ayat 6 dengan isi pasal yaitu “harga jual BBM bersubsidi tidak boleh mengalami kenaikan”, disertai adanya penambahan pasal 7 ayat 6A yang berbunyi “pemerintah bisa menaikkan BBM bila harga minyak mentah dunia berfluktuasi lebih atau kurang dari 15% dari asumsi”.
Dari sini saya mempunyai pandangan bahwa pemerintah sangat tidak konsisten dalam menyelesaikan masalah ini, seharusnya pemerintah memiliki solusi yang lebih baik dan bijaksana jangan hanya dengan mudahnya menambahkan ayat 6a begitu saja, karena dalam hal ini pasal 7 ayat 6 dan pasal 7 ayat 6a itu sangat bertolak belakang. Untuk itu bagi pihak pemerintah dimohon agar memikirkan nasib rakyat kecil jangan segala sesuatunya,segala persoalan ataupun masalah dibebankan kepada rakyat , carilah solusi yang terbaik untuk rakyat mungkin dengan cara mengurangi pengeluaran negara yang dianggap berlebihan,seperti rapat kerja diluar daerah,study banding yang mungkin pada akhirnya hanya untuk rekreasi,dan tinjauan-tinjauan yang tidak penting lainnya. Mulailah bekerjasama dengan rakyat jangan hanya mementingkan politik saja.
Tapi dari yang disampaikan kita tidak bisa mengambil keputusan setuju atau tidak. Apakah setuju kita dengarkan dulu pandangan dari fraksi-fraksi," Saya juga sebagai rakyat biasa yang hidup sederhana dengan harga BBM sekarang saja masih mengalami kesusahan dalam kehidupan sehari-hari apalagi bila BBM jadi dinaikkan, bagaimana nasib rakyat-rakyat kecil lainnya termasuk saya pula. Terkadang saya berfikir bahwa orang-orang di DPR sana berlaku egois dengan tidak mementingkan kehidupan kami sebagai rakyat kecil.dan menurut saya sebaiknya para dewan dewan memikir ulang lagi dan menyeimbangkan kondisi rakyat.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar